72 siaran TV di Jogja dan Solo, siapkah anda melihatnya?


Sebagai pekerja TV yang mengurusi transmisi teresterial, atau bahasa mudahnya mengurusi relay siaran TV di daerah, maka saya selalu berusaha meng update pengetahuan saya tentang bagaimana nanti perkembangan teknologi dan kebijakan yang menyangkut sawah ladang saya ini. Setelah mencari dan membaca, maka saya merasa sudah menemukan jawabannya secara lebih pasti saat ini. Saya akan menulis sesederhana mungkin, tanpa perhitungan teknis yang mungkin menjadikan pusing bagi pembaca awam.

Saya baru mengetahui bahwa nantinya tiap area yaitu bisa sebuah kota atau terdiri dari beberapa kota, hanya akan diberi jatah 6 kanal frekuensi saja di era penyiaran TV digital. Bandingkan sekarang yang tiap area diberi jatah 14 kanal frekuensi. Dengan teknologi digital yang bisa dikatakan hampir mirip sistem telepon GSM, yaitu satu kanal frekuensi bisa dipakai untuk nelpon 8 orang sekaligus, maka dalam teknik penyiaran digital juga berlaku demikian, dalam satu kanal frekuensi bisa dimasuki 6 input siaran TV sekaligus, dan dipancarkan secara bersama. Jadi dengan hanya satu mesin pemancar, dan satu tower pemancar, maka 6 TV sekaligus bisa dipancarkan bareng. Input ke-6 tv ini nanti digabungkan [multiplexer] selanjutnya di kuatkan di bagian power amplifer, lalu dinaikkan ke antenna untuk dipancarkan ke pemirsa.

Sekarangpun untuk grup MNC [RCTI+TPI+GlobalTV] sudah satu gedung dan satu tower, jadi irit tanah, tetapi tetap saja ada 3 mesin pemancar dalam satu gedung. Besok saat era penyiaran TV digital, bisa 6 tv siaran bareng dalam satu gedung pemancar, dengan satu mesin pemancar tentunya, dan juga hanya dengan satu tower pemancar.

Sekarang ini sebagai contoh nyata, di Jogja ada TV dan Tower sebagai berikut:

1. TransTV

2. tvOne

3. JogjaTV [lokal]

4. Indosiar

5. TATV [lokal solo]

6. SCTV

7. MetroTV

8. MNC [RCTI, TPI, GlobalTV]

9. antv

10. Trans7

11. TVRI Jogja [saat saya tulis ini towernya belum dibangun]

Sehingga saat ini ada 11 Tower TV di Jogja [di desa Ngoro-Oro Patuk GunungKidul], yang mengcover Area Jogja dan Solo. RBTV tidak saya masukkan karena towernya ada di Kota Jogja sebelah timur Malioboro. Pada akhirnya nanti RBTV juga harus ikut merger ke salah satu pemancar di Ngoro-Oro jika sudah era penyiaran tv digital.

Karena setiap area/kota hanya akan diberi 6 kanal frekuensi, maka yang paling masuk akal nantinya, menurut perkiraan saya adalah sebagai berikut.

Kanal 1 = TransTV + Trans7 + 4 tv lokal = 6 TV

Kanal 2 = antv + tvOne + 4 tv lokal = 6 TV

Kanal 3 = RCTI + TPI + GlobalTV + 3 tv lokal = 6 TV

Kanal 4 = Indosiar + SCTV + MetroTV + 3 tv lokal = 6 TV

Kanal 5 = TVRI Jogja sebagai TV Publik + 5 TV publik lainnya = 6 TV

Kanal 6 = Enam TV Komunitas = 6 TV

[yang saya tebalkan adalah gedung dan towernya yang dipakai, yaitu Trans7, tvOne, MNC, SCTV, TVRI Jogja] dan ini hanya perkiraan saya saja, mengingat hubungan kepemilikannya.

Sehingga total akan ada 36 TV yang mengudara di Jogja Solo pada era digital nantinya.

Dengan hanya ada 6 kanal frekuensi yang berarti hanya ada 6 mesin pemancar dan juga 6 Tower TV, maka di Ngoro-Oro Patuk GunungKidul, nantinya akan ada 5 Tower TV yang tidak dipakai. Inilah hebatnya digital, bisa lebih banyak TV yang siaran, tetapi dari segi infrastruktur menjadi efisien. Kalau di GSM adalah BTS bersama, mungkin sekarang seperti XL dan AXIS. Atau terserah siapa, karena BTS towernya milik PT lain sehingga bisa disewa operator selular apapun.

Apakah bisa diberdayakan lagi ke 5 pemancar yang menganggur ini? Menurut saya bisa, solusinya karena di Ngoro-oro Patuk GunungKidul ini bisa mengcover area Jogja dan Solo, maka bisa saja jogja dan solo dipisahkan, sehingga jogja mendapat 6 kanal frekuensi, dan solo juga mendapatkan 6 kanal frekuensi. Artinya untuk wilayah SOLO diberikan kanal sendiri, tetapi pemancarnya tetap di Desa Ngoro-Oro kecamatan Patuk, kabupaten GunungKidul. Keuntungannya adalah bisa mengcover Solo dan Jogja sekaligus. Sama-sama untung. Jadi tv lokal solo harusnya mendukung wacana seperti ini.

Sebenarnya frekuensi untuk TV digital ada 18 kanal frekuensi dengan dibagi 3 Grup, sehingga tiap Grup berisi 6 kanal frekuensi. Misal Grup A, Grup B dan Grup C.

Bisa saja nanti misal Jogja diberikan yang Grup A, sedangkan Solo diberikan Grup C, mengapa demikian? Karena biar tidak ada interferensi kanal yang berdekatan, karena sudah dipisah oleh Grup B. Mungkin nanti Grup B dipakai oleh Magelang atau Semarang.

Jadi nantinya 5 Tower di Dusun Ngoro-oro Patuk GunungKidul yang menganggur bisa dipakai oleh TV Lokal yang lain dengan kanal frekuensi Grup C milik area Solo. Karena tersedia 6 kanal frekuensi, sedang tower yang menganggur hanya 5 buah, maka bisa saja kalau memang TV lokal yang baru ada 36 tv jumlahnya, maka terpaksa harus membangun 1 Tower lagi.

Keuntungannya karena tetap saja nanti pancaran tower di Desa Ngoro-Oro tetap memancar ke area Jogja dan solo, maka nantinya akan ada 36 tv dengan kanal frekuensi Jogja dan 36 tv dengan kanal frekuensi solo, sehingga 72 TV yang bisa dinikmati oleh warga Jogja dan warga Solo. Ramai dan Seru kan???!!!!! Atau malah bingung nanti milihnya.

Sekarang yang berhubungan dengan sawah ladang saya sebagai pekerja di transmisi TV, mau tidak mau saya kira nantinya karena memang dimerger menjadi satu gedung, satu transmisi, dan satu tower, sehingga pengurangan karyawan adalah hal yang lumrah dan masuk akal. Tetapi boleh juga berharap bahwa saat penyiaran analog hanya ada 12 TV yang siaran, sedangkan saat digital ada 72 TV yang siaran bareng, maka akan ada kebutuhan pekerja juga di tv yang baru tersebut. Untuk urusan karyawan, rasanya hanya MNC jogja yang paling tenang, karena dari sekarang memang sudah satu gedung dengan karyawan yang  standard jumlahnya untuk satu gedung transmisi. Saat penyiaran TV digital nantinya, MNC jogja malah harus “membuang”  2 buah mesin pemancarnya. Beda dengan tv lain yang merger yang harus “membuang” karyawannya. Tetapi jika memang nanti Jogja Solo diberi Grup kanal sendiri-sendiri, maka gedung, mesin pemancar dan tower berikut karyawannya bisa tetap bekerja dan mungkin bisa dianggap sebagai provider transmisi digital, TV lokal tahunya tinggal sewa saja, tanpa memikirkan rekruitment karyawan untuk pengoperasian transmisinya. SOLUSI YANG BAGUS, MENENANGKAN, MENYENANGKAN, DAN IRIT INVESTASI.

Jadi untuk TV lokal memang sebaiknya sabar menunggu era penyiaran TV digital saja, sebab tv lokal tidak perlu membangun pemancar teresterial digital, cukup menyewa saja. Pekerjaan rumah untuk TV lokal adalah membuat konten yang baik dan menarik, sehingga akan dilirik oleh pemirsa TV, bayangkan 72 siaran TV harus bersaing.

Keuntungan penyiaran TV digital antara lain.

Pertama, IRIT LAHAN/TANAH, bis dibayangkan jika ada 72 tv harus membangun gedung pemancar dan tower sendiri-sendiri, dengan rata-rata luas tanah yang dibutuhkan adalah 2000 meter persegi. Sangat menyita ruang tanah. Dan rasanya desa Ngoro-Oro tidak akan muat.

Kedua, IRIT LISTRIK, bayangkan 72 pemancar TV jika berdiri sendiri dan rata-rata harus membayar listrik PLN Rp. 40 juta perbulan, sehingga total akan habis 2.880.000.000. Kalau dengan 12 gedung, mesin dan tower bersama maka hanya akan habis 480.000.000,-. Sehingga iritnya adalah Rp. 2.400.000.000,- perbulan.

Sebenarnya penyiaran TV digital bahkan lebih irit lagi karena power pemancarnya lebih kecil, bisa 10 KW saja, sehingga kemungkinan listriknya tiap pemancar hanya akan habis sekitar Rp. 30 juta saja perbulan, ini hitungan kasar saja. Jadi hitungan irit listriknya bisa menjadi 12 pemancar X Rp 30 juta = Rp 360.000.000,-

Jadi 2.800.000.000 dikurangi 360.000.000 = Rp. 2.520.000.000,- yang bisa dihemat perbulannya dari 72 TV penyiaran digital. HEBAT.

Jadi marilah kita dorong kita dukung pemerintah agar penyiaran TV digital segera saja dipercepat pengoperasiannya.

19 Tanggapan

  1. makin irit..dan bakal banyak pilihan lokal nih.. 🙂

    Suka

  2. wis tenag wae mas, rejeki ndak kemana.

    Suka

  3. Siap aja boss, tinggal pilih yang mana

    Suka

  4. wah mas… jd pengen kesana seperti apa sih desa ngoro-oro yg konon katanya kampung pemancar itu, he

    Suka

  5. wAO……..72 STASIUN TV ?
    bisa gila neh …. hehehee
    tapi gmn dengan kota magelang mas ?
    bisa digabungin ga ya?
    soalnya magelang kan nagkep siaran TV nasionalnya juga dari jogja
    klo bisa bergabung kan ga cm 72 TV
    bisa 108 Tv
    huaaaaaaaa……keren bangetzzz

    Suka

  6. Sebenarnya jogja solo itu satu area, dan satu area hanya dijatah 6 kanal, yang berarti 6 kanal X 6 tv = 36 TV. Ini yang betul mas, sengaja tulisan saya tidak saya ubah/ralat, biar ada dukumentasi bahwa saat saya menulis ini, pengetahuan saya baru sebatas itu.

    Magelang tetap area sendiri, jadi magelang dan sekitarnya bisa juga untuk 36 tv.

    Suka

  7. kok mas ?
    heheh aku cika kul di amikom jogja, hehe
    kalau kanal 44 tuh kira2 kapan keputusannya mas ?

    Suka

  8. @ Cika
    kirain mas.
    Saya kira kanal 44 tetap akan menggantung tanpa solusi, solusinya cuma satu, kalau mau mendirikan dan memancarkan siaran tv, harus digital. Titik.

    Sudah gabung di FB saya belum?

    Suka

  9. aku kan ga tau alamat fb mas hadi
    boleh minta gak ?

    Suka

  10. @ cika
    Lhah itu di klik saja gambar MukaBukuan di kiri atas, nanti langusng meluncur ke FB ku, tinggal di ADD saja, nah ntar aku tinggal accept.

    Suka

  11. Tulisannya menarik mas,
    salam kenal.
    Made.

    Suka

  12. Hai mas hadi aku pingin tanya, mas hadi jagatransmisi di stasiun apa? boleh gak sih saya sebagai pecinta broadcasting dapat mengunjungi satasiun relay transmisi TV jogja pathuk…. jadi tidak hanya mengunjungi tapi juga bersilaturahmi….sekalian sharing & ngobrol seputar broadcast boleh gak? ….Trims

    Suka

  13. Gak mungkin di era digital nanti tv bisa sebanyak itu. Apalagi, mulai awal 2010, sudah mulai diterapkan sistem stasiun jaringan. Jadi nanti ga bakal ada lagi istilah tv nasional, tapi tv lokal sbg anggota jaringan tv nasional.
    Nah, mengingat kue iklan yg ga mungkin diperebutkan oleh tv sebanyak itu (khususnya di Jogja yg pasarnya ga terlalu besar), maka yg mungkin di era mendatang adalah justru pengurangan jumlah stasiun televisi. Entah itu dengan cara merger atau seleksi alam (gulung tikar). Menurut pakar komunikasi (saya lupa, siapa yah, apa dosen saya?Hehe), idealnya, tv terestrial yg ada itu antara 3-6 aja. itu lebih masuk akal, kalau kita melihat dari segi persaingan untuk mendapat iklan.

    Suka

    • sistem digital “hanya” menyediakan sarana bahwa satu kanal yang sekarang dipakai oleh satu pemancar, bisa dipakai oleh 6 pemancar sekaligus, jadi nantinya per area maksimal akan ada 6 kanal dikali 6 stasiun tv = 36 stasiun/area. Perkara nanti 36 itu akan diisi semua atau tidak, ya tergantung area masing-masing. Yang jelas teknologinya memungkinkan untuk maksimal 36 televisi siaran bareng.

      Kalau jumlah TV di Jogja-Solo berkurang dari yang sekarang ada, saya yakin kok tidak, karena banyak sekali kepentingan yang ingin memiliki TV sendiri untuk menyiarkan kepentingannya, bisa Bisnis, agama, budaya, partai, dll.

      Batasan TV lokal dan TV nasional sebenarnya sangat-sangat kabur untuk konten yang akan ditayangkan, dan itu nanti tergantung juga dengan urusan “KEKUASAAN”. Aturan itu bisa dibuat dan dirubah.

      Mungkin akan lebih baik jika TV dibatasi pada, “nilai moral” dan “nilai agama” yang baik dan benar, yang mendidik, yang tidak membodohi, yang menghibur tapi tidak ngawur.

      Mohon juga dibaca tulisan saya “frekuensi milik siapa”.

      Suka

  14. Assalam mas met kenal mas dari sriyanto mau tanya mas ada lowongan di pathuk gak mas saya sangat membutuhkan pekerjaan untuk meneruskan kuliah di pathuk kalau ada tolong hubungi no.telp saya Sriyanto 085729434171

    Suka

  15. mas, mau nanya alamat indosiar, trans tv, rcti ama sctv yg di jogja dong,,,sebelum’a trima kasih bnyk atas info’a

    Suka

Silahkan memberi komentar