tv digital DVB-T, niat gah sih????


Jaman sudah digital, serba 1 dan o, tapi yang namanya penyiaran TV teresterial, alias tv dirumah yang yang pakai antena dan diarahkan ke komplek pemancar, misal kalau daerah Jogja, Magelang, Muntilan, Sragen dan Solo harus diarahkan ke Ngoro-Oro Patuk GunungKidul, kalau di Semarang diarahkan ke Gombel, jika di Jakarta diarahkan ke JOGLO. Semua itu adalah masih siaran analog. Cirinya siaran tv analog, adalah gambarnya bisa ada nyamuknya alias bintik bintik jika siaran terganggu, atau kebetulan rumahnya terhalang bukit atau gedung tinggi, atau letaknya yang terlalu jauh dari pemancar TV sehingga gambarnya kabur, malah kadang jadi hitam putih.

Kalau rencana di Indonesia adalah tahun 2014 di kota-kota besar sudah harus simulcast, yaitu siaran tv digital sudah digelar, tetapi yang analog masih siaran juga, sehingga masyarakat yang belum bisa beli STB (set top box) untuk konverter dari sinyal tv digital ke pesawat tv analog yang masih dimiliki di rumah, atau masyarakat yang belum bisa beli / ganti pesawat tvnya dengan yang digital, maka masih bisa melihat siaran tv anallog, sampai tahun 2018.

Tahun 2018 adalah rencana untuk seluruh indonesia sudah digital, dan pemancar yang analog benar-benar disuntik mati alias di CUTT OFF. Segampang itukah?

Sebenarnya standar tv teresterial digital di Indonesia telah ditetapkan, yaitu memakai DVB-T (Digital Video Broadcasting – Teresterial) yaitu standar yang dikembangkan dan dipakai oleh eropa. Maka sebenarnya mualai saat ini pun harusnya pemerintah mendorong percepatan pendirian pemancar digital, saya yakin nanti masyarakat dan dunia bisnis yang dalam hal ini pengadaan pembuatan dan penjualan STB akan segera menggeliat dan mengikuti irama dan permintaan pasar, ingat jaman RCTI dulu sekitar tahun 90an, pertama-tama menjual converter, jadi tvnya langsung digital dari satelit, lama-lama karena iklannya menguntungkan, konverternya jadi digratiskan, dan lambat laun malah jadi TV analog dengan menggeran pemancar tv analog di seantero Indonesia, sampai seperti sekarang ini ada banyak sekali tv yang muncul.

Sebenarnya kalau dari sisi masyarakat sendiri tidak memusingkan mau digital atau analog, yang penting bisa lihat tv dan gratis, walaupun kadang mungkin gambar kurang bagus kualitasnya, tidak mengapa, bukan sesuatu yang terlalu dipusingkan oleh masyarakat, nah lantas kalau migrasi ke DVB-T itu apa untungnya? atau siapa yang untung? atau siapa yang buntung?

Pertama, jika beralih ke digital, satu kanal frekuensi yang saat ini dipakai oleh satu pemancar tv, nantinya bisa dipakai bareng oleh 6 tv, jadi jika di jogja ada 14 tv siaran bareng saat ini, maka dengan 3 kanal saja sudah cukup, artinya 3 kanal dikali 6tv/kanal, sama dengan 18 saluran tv digital tersedia. Ini hitunganya kasar saja, sudah termasuk TVRI juga. Yang 11 kanal sisa dimakanan? ya kalau pemerintah mungkin bisa “dijual” ke layanan data yang saat ini memang dibutuhkan banget. Atau taruhlah untuk tiap daerah diberi 5 kanal yang berarti ada 30 slot tv digital bisa dipakai tiap daerah, nah nantinya slot tersebut diberikan kepada tv yang saat ini sudah mengudara, yaitu ada 14 (kalau di jogja), sisanya yang 16 bisa dilelang untuk tv pemain baru yang mau siaran.

Kedua, aturan tv berjaringan sesungguhnya memang sulit direalisasikan, kalau pendapat say pribadi ya seperti point pertama tadi, kan ada 30 slot tv digital tiap daerah (ini misalnya lho) jadi tiap tv silahkan saja nanti kalau mau melebarkan sayapnya ke semua propinsi, jadi nanti tinggal lelang slot frekuensi yang masih tersisa di daerah-daerah yang mau dituju. Jika sekarang tv jakarta bisa menasional, maka kenapa tidak paradigmanya dibuat sama saja, yaitu tv yang “home base”ada di luar jakarta, bisa saj menasional ke semua pelosok indonesia, jadi ada iklim sama sama bersaing dengan kompetitif, anda bisa mendirikan TV induk di daerah manapun, dan bisa melebarkan sayap ke semua propinsi dimanapun. Jika nanti memang kanal masih kurang, ya jangan cuma 5 kanal, mungkin bisa 7 kanal atau berapa per daerah. Rame pastinya.

Demikianlah seharusnya aturan penyegeraan tv digital teresterial segera saja dilakukan, karena bisa sekaligus sebagai jawaban untuk tv berjaringan.

Kita tunggu saja.

11 Tanggapan

  1. Pertamax mawon

    Suka

  2. semoga dvb-t gak terkendala birokrasi

    kok gak pake gambar2 devices – nya mas, biar lebih maknyos..

    Suka

    • pemerintah menurutku hanya ambil untung saja mas, misal sisa frekuensi yang tidak terpakai “dilelang” ke layanan data, bisa operator selular, atau wimax. Di amerika saja untuk beralih ke digital, pemerintah memberikan kupon untuk meringankan warga jika beli tv digital. Di kita apa bisa kayak gitu?

      Suka

  3. Mas hadi,lha bedane opo tv digital karo parabola digital?neng gonku ra ono sinyal UHF,dadi nganggo digital kabeh.

    Suka

  4. Mas hadi,lha bedane opo tv digital karo parabola digital?kan podo” nangkep gambar soko satelit?neng gonku ra ono sinyal UHF,dadi nganggo digital kabeh.urung pate’o mudheng

    Suka

    • kalau yang UHF saat ini diterima di rumah dari pemancar, itu masih sinyal analog modulasinya. kalau besok mau diganti DVB-T (digital video broadcasting – Teresterial) ini sinyalnya sudah OFDM (orthogonal frequency division modulation). Satu kanal UHF yang sekarang dipakai oleh satu TV, besok saat digital bisa dipakai bersama-sama untuk ngankut 6 pancaran TV sekaligus.

      Suka

  5. Komen nyangkut wae

    Suka

  6. wah.. mas, uji coba siaran tv digital di jakarta ketoke yo ra nggenah. mbuh opo karepe pemerintah kok mlempem

    Suka

    • kenyataannya memang agak sulit dari segi peraturan, kepentingan bisnis, dan imbas ke masyarakat.

      Suka

  7. mas apa saja yang menjadi keunggulan DVB-T ini yang sehingga dapat dievaluasi dan di analisa???

    y mgkin cara kerjanya atau apa???

    Suka

  8. menara tv di jakarta ga semuanya di joglo mas. RCTI & indosiar ada di kebon jeruk. pemancar tvri juga ada yg di senayan.
    mengenai tv berjaringan, kalo negara lain saja bisa diterapkan, kenapa di indonesia tidak bisa? jakartanisasi dan jakarta sentris harus berakhir

    Suka

Silahkan memberi komentar