tvOne dan Antv digital DVB-T2, diterima baik sekali di Kota Wates

Hari sabtu 19 Januari 2013, pas libur saya gunakan waktu saya untuk melakukan test penerimaan televisi digital teresterial di Kota Wates, saya pilih Wates karena dari pemancar di Jogja, daerah Wates ini merupakan daerah yang boleh dikatakan paling barat, meski kebarat lagi juga masih tercover, nanti kalau ada kesempatan lagi saya akan test di daerah limit perbatasan KulonProgo dengan Purworejo.

screencapture pas saya di kota Wates.

screencapture pas saya di kota Wates.

Line of sight Pemancar ke kota Wates, kira-kira 40KM

garis lurus Pemancar tvOne ke kota Wates, kira-kira 40KM

scan otomatis, sebenarnya ada juga transtv dan trans7 tapi itu belum selesai scan

scan otomatis, sebenarnya ada juga transtv dan trans7 tapi itu belum selesai scan

Purworejo sudah ada pemancar tv digital sendiri, karena sinyal dari pemancar di Jogja tidak bisa menembus pegunungan Menoreh yang membujur dari utara keselatan di daerah KulonProgo. Sebenarnya di Jogja pun ada beberapa tempat yang kesulitas dalam penerimaan tv dari pemancar di Jogja (Bukit Patuk Gunungkidul), karena ada beberapa bukit juga, seperti daerah SEDAYU Bantul keselatan yang ada perbukitan, sehingga dibagian barat bukit agak kesulitan untuk mendapat sinyal televisi.

terlihat kualitas dan intensitas penerimaan

terlihat kualitas dan intensitas penerimaan

terlihat kualitas dan intensitas penerimaan

terlihat kualitas dan intensitas penerimaan

Terlihat untuk tvOne dan antv diatas, hampir sama parameter kualitas dan intensitas, karena memang satu pemancar digital di tower tvOne.

Untuk transTV dan Trans7 dibawah ini juga demikian, hampir sama parameter kualitas dan intensitasnya, karena untuk pemancar tv digitalnya di tower Transtv.

wates5

wates6

Untuk kota Wates, jika ditarik garis lurus dari pemancar tvOne di Gunungkidul, kurang lebih jaraknya adalah 40KM. Hasil penerimaan sangat baik, bahkan jauh lebih baik dari rumah saya di daerah utara Sedayu Bantul yang kurang lebih hanya 25 Km dari pemancar.

STB DVB-T2 tvOne yang saya pakai di Toko Kurnia Baru di Wates

STB DVB-T2 tvOne yang saya pakai di Toko Kurnia Baru di Wates

Intinya di kota Wates, baik penerimaan tv analog maupun tv digital, semuanya baik hasilnya. Terimakasih kepada mas Adhani pemilik Toko Elektronik KARUNIA BARU, yang sudah mengijinkan tempatnya dan tv serta antenanya untuk saya pakai melakukan percobaan penerimaan tv digital di Kota Wates. Letak toko ini dari terminal Wates ambil kanan jika dari arah jojga, kira kira 300 meter, di kiri jalan.

Besok jika STB DVB-T2 (tuner tv digital) sudah dijual bebas, untuk warga Kulonprogo silahkan beli di toko Karunia Baru. Cepetan kulakan ya mas Adhani 😀

STOP! jangan beli tv baru, kecuali sudah include DVB-T2 receiver

Banyak yang mengira bahwa kalau beli tv yang tipis jenis LED atau LCD itu adalah sudah tv digital. Sama sekali bukan itu yang dimaksud tv digital.

LED, LCD, OLED adalah teknologi layar televisi, yang dahulu pada awalnya layar televisi model tabung yang besar dan cembung, memakan banyak tempat, maka dengan teknologi layar LED, LCD dan OLED bisa menjadi tipis sehingga tidak makan tempat.

Saya yakin belum banyak yang tahu bahwa mau tidak mau pada akhir tahun 2017 (semoga saya tidak salah) pemancar tv analog akan CUT OFF, pemancar analog adalah pemancar tv yang sekarang ini beroperasi yang kita terima gratis di rumah-rumah dengan pesawat tv dan antena. Mulai 2013 pemancar tv digital akan on air, memancar bersama (multicast) dengan pemancar analog. Dan akhirnya pemancar analog akan dimatikan pada akhir tahun 2017, maka tinggal yang ada hanya pemancar tv digital.

Sebenarnya untuk jogja, saat saya menulis artikel ini transtv dan trans7 sudah siaran digital dengan DVB-T2, dengan kekuatan pemancar 2,5 KW, ini kira kira setara dengan 10 KW pada pemancar analog. Jadi sebenarnya masyarakat mulai sekarang sudah bisa melihat siaran tv yang digital, tetapi dengan catatan sudah punya tv yang ada receiver (penerima) standard DVB-T2, bagi yang sudah punya tv dengan DVB-T, tetap tidak bisa menerima, pokoknya harus yang DVB-T2 😀

Apakah masyarakat harus beralih menonton digital saat ini? Jawabannya adalah TIDAK WAJIB, tetapi bisa. Bisa dalam hal ini kalau sekarang ya harus beli SET TOP BOX (STB) sendiri, STB nya harus yang DVB-T2, STB ini adalah alat untuk menangkap sinyal digital DVB-T2, alat ini diletakkan di antara antena dan tv lama kita. Jangan bingun, kalau beli STB, pasti nanti ada petunjuk pemasangannya 😀

Jadi TV lama dan antena lama kita tetap masih bisa dipakai untuk menonton tv digital dengan tambahan STB ini. Jadi tidak perlu beli tv baru. Tetapi harga STB ini kira-kira 200.000 – 300.000, dan masalahnya saat ini masih sulit mencari penjual STB yang DVB-T2.

Harusnya pemerintah kita meniru pemerintah Jepang, yaitu di toko-toko televisi, semua televisi yang dijual harus diberi stiker keterangan. Misal tahun 2017 akhir tv analog benar-benar CUT OFF, maka untuk yang jualan TV analog harus diberi keterangan sebagai berikut “pesawat tv ini hanya bisa menangkap siaran analog, dan pada tahun 2017 akhir tidak bisa disetel lagi karena pemancar tv analog sudah tidak siaran” 

Lalu untuk pesawat tv digital harus diberi keterangan juga, kira-kira sebagai berikut “pesawat tv ini   dijamin bisa menangkap siaran tv digital teknologi DVB-T2 yang sudah mulai siaran pada bulan november 2012”

Dengan cara tersebut maka masyarakat benar-benar tahu resikonya, misal saat sekarang ini tetep pilih beli tv analog, maka pesawat tv hanya bisa dipakai sampai akhir 2017. Setelah itu harus beli yang tv digital.

Teknologi tv digital ini memang tepat dimulai pada tahun 2013 dan pemancar tv analog tetap siaran sampai akhir tahun 2017, sehingga kita punya waktu 5 tahun  utnuk menghabiskan pesawat tv analog, karena diperkirakan setelah dipakai 5 tahun terus menerus, pesawat televisi akan rusak, dan jika beli pesawat tv baru, maka otomatis beli yang digital saja.

Bagi penonton di rumah, simpelnya teknologi digital ini adalah, penonton di rumah bisa menonton televisi dengan kualitas audio dan video lebih baik daripada yang teknologi analog, jika rumah kita kebetulan jauh dari pemancar tv analog, maka akan banyak semut di tv kita, alias gambarnya tidak bening, hal ini tidak akan terjadi di pemancar tv digital dan pesawat tv penerima di rumah yang sudah digital, hanya ada dua hal, jika mendapat sinyal, maka akan dapat gambar dan usara yang bagus, sebaliknya jika tidak mendapat sinyal, maka tidak bisa sama sekali terlihat siarannya. Satu algi jika saat ini hanya ada 14 tv siaran di Jogja Solo, maka besok akan bisa ada 72 tv, nah bingung kan mau lihat tv mana 😀

Jadi monggo pastikan yang mau beli pesawat tv baru, jangan sampai lalai untuk memastikan bahwa pesawat tv nya sudah ada receiver DVB-T2. Ingat ya harus DVB-T2, bukan yang DVB-T.

Semoga bermanfaat.

beli tablet android? tunggu yang ada Special Feature: DVB-T(H.264,MPEG4) built in

Rame ngomongin android di Grup FB koboys, tadi mas Alvian salah satu member koboys dari kota Solo, mengusulkan kepada saya untuk beli Imo X one karena ada fitur tv analognya, yaitu bisa menerima siaran tv analog seperti tv rumah yang pakai antena. Awalnya saya pikir-pikir mau beli IMO z5.

Selanjutnya saya malah kepikiran apakah ada tablet android dengan Special Feature: DVB-T(H.264,MPEG4) built in, yaitu bisa untuk melihat atau menonton tv digital teresterial dari pemancar tv digital teresterial. Kenapa DVB-T? karena untuk tv digital teresterial, indonesia memilih standard DVB-T yang asalnya dari eropa. Sekarang malah sudah sampai DVB-T2 yang memakai format MPEG4.

Setelah googling, surprise, ternyata sudah ada juga tablet android dengan Special Feature: DVB-T(H.264,MPEG4) built in. Artinya dengan tablet android ini, besok kita bisa nonton siaran tv digital dari pemancar teresterial dengan gratis. Saya pernah punya HP merek HT yang ada tv analognya, layarnya kecil sehingga kurang nyaman. Tetapi sekarang dengan tablet ukuran 7 inchi, tentu akan sangat nyaman untuk nonton siaran tv digital di layarnya tablet tersebut.

===============================================================

http://www.alibaba.com/product-gs/566708176/7_inch_android_4_0_tablet.html

Specifications

DVB-T(H.264,MPEG4) built in 
Capacitive Screen,Android 4.0 
3G Function, sim card phone call function

PRODUCT: 7 inch android 4.0 tablet pc with built in DVB-T(H.264,MPEG4)
CPU:VC0882 1GHZ
DISPLAY: 7 INCH 800×480
MEMORY: 1 G
HDD: NAND FLASH 4GB
BATTERY: LITHIUM-ION 2800MAH
NETWORK: WIFI (802.11B/G/N)
JACK/CONNECTOR: TF CARD (1G-32G)
TOUCH PANEL: Flat Capacitive SCREEN, 5-point TOUCH PANEL
OS: GOOGLE ANDROID 4.0
AUDIO PLAYER: MP2/MP3/WAV/AAC/WM
VIDEO PLAYER:2160P, JPEG,MPEG4,H.263,H.264,VC1,RV8/9/10,DIVX4/5/6,XVID 
I/O ports:1*SIM card port,1*DC-in jack, 1*HDMI port, 1*Earphone port
1*Mini USB port,1*TF-card port

 

Special Feature: DVB-T(H.264,MPEG4) built in
Capacitive Screen, Android 4.0

================================================================

Prediksi saya akhir tahun 2012 ini untuk kota-kota besar Medan, Jakarta, Bandung, Semarang, Jogja, Surabaya, Makasar sepertinya televisi harus sudah memulai siaran DVB-T, tetapi siaran analognya masih harus siaran juga, jadi istilahnya multicast, yaitu pemancar analog dan digital siaran bareng, sampai batas waktu yang ditentukan maka siaran analog harus CUT OFF alias almarhum alias dimatikan. Misal batasnya tahun 2020 siaran tv teresterial yang analog harus cut off. Hal ini untuk transisi bagi penduduk yang masih punya tv analog, maka masih bisa dipakai sampai tahun 2020, tetapi seharusnya mulai awal tahun 2013 tv analog tidak boleh dijual lagi di kota-kota yang sudah ada siaran digital, sehingga penduduk langsung punya tv digital.

Melihat perkembangan android yang ada Special Feature: DVB-T(H.264,MPEG4) built in ini maka saya yakin siaran DVB-T akan sukses dan akan lebih cepat transisinya, mungkin tidak perlu sampai tahun 2020, siaran tv analog teresterial sudah tidak ada yang nonton lagi, saya bisa prediksi bahkan tahun 2015-2017 mayoritas penduduk sudah punya tv penerima DVB-T dan juga punya tablet android yang ada Special Feature: DVB-T(H.264,MPEG4) built in.

Jadi saya mau tunggu tablet android yang punya Special Feature: DVB-T(H.264,MPEG4) built in. biar bisa nonton tv gratis dimanapun. Dan bagi pecinta bola, ingat lho tahun 2014 piala dunia, hak siarnya oleh ANTV dan tvOne, sehingga bisa nonton gratis piala dunia. Dan saya sendiri yakin 2014 insya Allah DVB-T/T2 sudah on air, jadi gak perlu takut kehilangan momentum siaran piala dunia dari kesebelasan favorit anda. Bahkan mungkin nanti tablet android ini bisa diprogram untuk merekam siaran DVB-T pada jam-jam tertentu sehingga kalau tidak sempat melihat, kita bisa merekamnya.

Inilah masa depan DBV-T yang akan bersinergi hebat dengan android.

tv nasional jakarta tirulah langkah nexmedia

Ada yang komentar di postingan saya tentang pay tv DVB-T berjudul http://hadiyanta.com/2011/11/15/edp-macvision-borobudur-tv-di-kpid-diy/ sebagai berikut

oke deh saya langsung buka website yang dirujuk http://www.nexmedia.co.id/ dan ternyata memang sudah ada dan  saat ini jangkauan Nexmedia dapat dinikmati diwilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (JABODETABEK). Segera akan siap melayani kota-kota lainnya di Indonesia.

Keunggulan dari nextmedia ini adalah sebagai berikut (copas dari site nya)

1. Hiburan Praktis, Harga Terjangkau. Menyajikan tayangan channel-channel unggulan dengan harga terjangkau  mulai dari Rp. 51.000,-

2. Gambar Jernih. Nexmedia menggunakan teknologi MPEG 4 semakin menjamin kenyamanan dalam menikmati tayangan yang menghasilkan kualitas tayangan terbaik, gambar jernih.

3. Tanpa Parabola. Nexmedia merupakan pelopor televisi berlangganan praktis, tanpa menggunakan parabola, cukup menggunakan antenna TV biasa.

4. Dapat Dibawa Kemana Saja. Nexmedia dapat dipindah-pindah dari ruangan ke ruangan atau dari rumah ke rumah lain, praktis dan fleksibel.

5. Mudah dipasang Sendiri. Bawa pulang Nexmedia dan pasang sendiri, atau daftar sekarang kami akan mengirimkan langsung ke rumah Anda.

Nexmedia ini on air dengan teknologi DVB-T dan saya masih yakin untuk satu kanal maksimal hanya bisa 8 saluran. Jadi kalau misal nexmedia menjanjikan 32 saluran berbeda (siaran berbeda) maka nexmedia harus punya 4 kanal frekuensi. Karena tiap kanal frekuensi maksimal bisa 8 siaran berbeda, maka 4 X 8 = 32 saluran berbeda dalam waktu bersamaan.

Oke kita kembali ke judul, bahwa tv jakarta sebaiknya meniru langkah nexmedia ini. Perlu diketahui bahwa sekarang ini sudah semacam terbentuk grup-grup TV sebagai berikut

1. Grup Emtek = SCTV, Indosiar, O’Channel, nexmedia

2. MNC = RCTI, MNCTV, GLOBALTV+NusantaraTV

3. VIVA = ANTV+tvOne

4. TransCorp = Transtv+Trans7

Itulah empat grup besar yang saya ketahui, masih ada MetroTV yang entah ikut grup mana, atau mungkin bikin grup sendiri.

Jadi langkah paling mudah bagi ketiga grup (kecuali emtek) adalah meniru langkah grup emtek, yaitu bikin paytv baru persis nexmedia dengan teknologi DVB-T.

Jadi misal satu grup dapat satu kanal frekuensi tv digital DVB-T, maka misal grup VIVA nanti membuat tv baru berbayar, sehingga tvOne dan ANTV tinggal ikut saja di pemancar digital milik tv baru. Tentang tempat dan towernya tidak perlu baru, cukup memakai tanah atau gedung kosong di lokasi pemancar tvOne atau ANTV lalu tempatkan pemancar DVB-T. Selesai.

Jadi masyarakat bisa lebih cepat mempunyai pilihan untuk teknologi DVB-T. Untuk langganan mungkin bisa ditekan serendah mungkin, karena nanti tetap saja tv jakarta memasang iklan seperti biasa.

Kendala utama migrasi dari analog teresterial ke DVB-T adalah penyediaan SET TOP BOX, mungkin saja dengan adanya pay-tv DVB_T yang sepaket dengan  grup masing-masing, bisa jadi jalan tengah yang baik, jadi mulai 2012 sampai muangkin 2018 bisa siaran multicast yaitu teresterial analog dan teresterial digital (DVB-T) bisa siaran bareng, sehingga masyarakat yang ingin menonton TV dengan lebih baik bisa berlangganan pay-tv, atau nanti ada receiver unlock yang bisa untuk nonton semuya siaran tv biasanya kecuali yang berbayar. Nantinya saat 2018 siaran analog harus CUT OFF, saya yakin hampir semua orang sudah beralih ke penerima DVB-T. Mulai 2013 harus ada aturan tidak boleh jualan tv penerima yang analog.

Dengan teknologi DVB-T ini, masyarakat yang membeli atau langganan pay tv dvb-t tidak ribet, karena tinggal colokin ujung antena ke input set top box, lalu outputnya dari set top box nya masukkan ke TV yang dipunyai dirumah. Tidak perlu ganti antena, tidak perlu ganti TV.

Bandingkan dengan DVB-S (satelite) yang memerlukan antena parabola kecil, dan perlu teknisi khusus untuk memasangnya. Karena tidak perlu SDM teknisi pemasang seperti pada tv berbayar satelit dan tidak perlu antena parabola kecil, maka tv berbayar DVB-T lebih murah dalam investasi, karena hanya perlu set top box (receiver) yang di TV satelit juga perlu ini.

Tiap kanal frekuensi bisa sampai 6 atau 8 saluran berbeda, jadi nantinya tiap grup tentu saja bisa menggandeng tv lokal atau tv manapun.

Misal grup VIVA = 1. tvOne, 2. ANTV, 3. tv baru berbayar, 4. TV lokal jogja1, 5. TV lokal jogja2, 6. TV lainnya

Teknologi selalu menemukan jalannya sendiri untuk lebih murah dan lebih mudah dinikmati manusia.

EDP Macvision Borobudur TV di KPID DIY

image

image

saat saya tahu bahwa tv berlangganan PT. MBS (mediatama citra borobudur) ini memakai teknologi digital teresterial DVB-T MPEG-4, maka saya langsung kaget dan terbuka wawasan saya, dan komentar saya adalah tv ini NYOLONG START planning tv digital untuk free to air yang rencananya akan digelar oleh tv-tv existing dari Jakarta yang sudah lama siaran di Jogja pada tahun 2014 untuk kota besar, dan pada tahun 2018 untuk cut off siaran analog, karena semua tv teresterial free to air sudah wajib digital semua.

Jika EDP (evaluasi dengar pendapat) di KPID DIY ini nantinya berbuah disetujuinya pemberian frekuansi UHF untuk PT MBS, maka agak aneh juga, meskipun ada embel-embelnya berlangganan dan berbayar, kenapa tidak mendorong yang sudah existing untuk siaran digital teresterial terlebih dahulu, karena teknologi yang dipakai memang sama persis, yaitu DVB-T.

Yang masih menjadi pertanyaan besar saya adalah, bahwa macTV ini besok bisa mengusung 40 program kepada pelanggan, padahal setahu saya satu kanal frekuensi yang sekarang hanya dipakai oleh satu pemancar TV, saat digital nanti maksimal hanya bisa untuk 8 program siaran bersama. Saya belum tahu teknologi untuk satu kanal frekuensi bisa 40 program sekaligus. Atau nantinya pakai 5 kanal frekuensi VHF sehingga 5 X 8 = 40 program siaran bersama. Maaf saya belum pahan hal ini, dan kemarin saat saya tanyakan hal ini, jawabannya juga belum bisa saya pahami. Kalau memang bisa seperti itu, di Jogja cukup satu kanal frekuensi, maka 14 TV yang sekarang siaran teresterial analog bisa siaran bareng dalam satu tower satu antena, satu gedung sehingga bisa “membuang” 13 tower beserta karyawannya sekaligus. Irit kan. Apa iya seperti itu, rasanya kok tidak.

Dari pemaparan kemarin dari PT MBS, bahwa langganan untuk mactv ini adalah Rp. 85.000 per bulan dengan diberi pinjaman SET TOP BOX yang ada smart card nya sehingga tanpa smartcart tersebut tidak bisa menerima siaran mactv. Set Top Box ini fungsinya menerima siaran digital lalu outputnya jadi analog lagi sehingga bisa dimasukkan ke tv penerima milik kita yang lama yang kebanyakan masih analog. Jadi tidak perlu beli tv penerima yang baru untuk langganan mactv ini.

Saya tidak tahu sampai saat ini apakah langganan harus kontrak minimal 1 tahun atau bagaimana, tapi jika memang misal kontrak setahun, saya kira STB sebenarnya juga sudah diperhitungkan harganya. Misal harga STB Rp. 300.000 maka bisa dihitung sebulan Rp. 25.000 utnuk mengangsur selama 12 bulan, jadi saat setahun berhenti langganan, sebenarnya juga sudah BEP untuk STB. Sehingga biaya langganan sebenarnya adalah Rp. 60.000 saja perbulan. Apakah tidak mungkin nantinya bisa saja mactv ini “atas desakan dari masyarakat” terus berubah jadi free to air, toh mereka bisa sisipiniklan di tiap acara, masyarakat juga bisa puas melihat dan memilih 40 program yang ada. Bisa jadi.
image

Selengkapnya klik disini Baca lebih lanjut

Mempercepat era TV Digital DVB-T, mudah kok

Setelah saya pikir-pikir, jika mau mempercepat era TV teresterial digital di Indonesia digelar yang memakai teknologi eropa yaitu DVB-T (digital video broadcasting – teresterial), sebenarnya tidak begitu sulit. Tinggal pemerintah, mungkin dalam hal ini KOMINFO RI pada tahun 2012 mewajibkan seluruh TV Jakarta yang bersiaran nasional, yang sudah eksis selama ini,  yang jumlahnya ada 10 pemancar untuk multicast melakukan siaran digital dan analog.

Jadi kesepuluh tv jakarta yang bersiaran nasional tersebut, pada tahun 2012 diberi jatah dua kanal, mungkin di kanal VHF untuk dan harus bersiaran digital. Kenapa dua kanal? karena satu kanal bisa untuk menampung 6 slot tv digital bersamaan, maka harus ada dua kanal sehingga ada 2 kanal kali 6 slot sama dengan 12 tv digital, jadi malah masih sisa dua slot yang mungkin bisa diisi oleh tv lokal jika mau bergabung pada tahun 2012.

Saya teringat tahun 1990an ketika RCTI hadir di saluran UHF, maka kami masyarakat rame-rame dan sukarela beli TUNER UHF agar bisa menerima sinyal UHF, karena pada waktu itu mayoritas pesawat tv penerima hanyalah VHF saja.

Memang agak berbeda kondisinya saat ini, dimana masyarakat tetap bisa menerima siaran dari pemancar tv UHF yang analog, tetapi jika nantinya masyarakat tahu bahwa kualitas pemancar tv digital lebih baik dari yang analog, pelan tapi pasti, masyarakat tentu tidak akan keberatan membeli Set Top Box bagi tvnya yang belum ada tuner penerima siaran pemancar tv digital. Apalagi jika harganya hanya dikisaran Rp. 100.000 sampai Rp. 200.000 saya kira cukup terjangkau secara ekonomi dan secara psikologis.

Terus langkah pemerintah selanjutnya adalah, mulai tahun 2012, tidak boleh ada toko yang jualan tv penerima analog, semua harus sudah digital, jadi begitu ada masyarakat yang yang beli pesawat tv yang baru, maka otomatis sudah beli pesawat tv yang digital. Tapi memang peraturan ini hanya khusus untuk kota-kota besar yang memang sudah bersiaran teresterial digital.

Untuk jangka waktu 2012 sampai 2018 memang masih siaran secara simulcast, yaitu siaran bareng antara yang analog dan digital, ini untuk MENGHABISKAN tv penerima analog yang mungkin sudah terlanjur dibeli masyarakat sebelum tahun 2012, dengan perkiraan tv lama akan rusak selama perjalanan waktu samapi tahun 2018, sehingga saat beli tv baru, sudah pasti membeli tv penerima siaran digital.

Master Plan TV digital

Jika melihat roadmap MASTERPLAN pembagian kanal frekuensi untuk tv digital yang nantinya hanya 27 kanal dari kanal 22 UHF sampai kanal 48 UHF, maka kalau di Jogja ini sungguh tidak masalah lagi karena kanal tersebut sekarang yang dipakai oleh tv-tv jakarta yang bersiaran di Jogja. Jadi nanti tahun 2018 saat pemancar analog cutt off, maka tahun 2019 tinggal beralih ke kanal masing-masing tetapi dengan mode siaran digital teresterial. Contoh tvOne Jogja kanal 38 UHF, maka nanti tahun 2019 tvOne jogja siaran digital dengan kanal 38 UHF, karena tvOne jogja sudah punya tanah, gedung dan tower, maka tvOne jogja statusnya menjadi Network Provider, nantinya tv-tv lokal tinggal menyewa NETWORK milik tvOne jogja ini, dan ada 5 slot tersisa karena satu kanal bisa untuk 6 slot tv digital siaran bareng. Begitu juga dengan tv-tv jakarta lainnya di jogja, tetap memperoleh kanal frekuensi UHF masing-masing yang selama ini telah dipakai, dan juga menyewakan untuk tv lokal yang ingin gabung bersiaran di jogja.

Jadi di tahun 2019 nanti ada 10 pemancar tv digital, atau bisa disebut 10 NETWORK PROVIDER tv digital yang itu adalah pemancar tv-tv analog yang selama ini sudah eksis, sehingga semua karyawannya tetap bisa bekerja. Dengan 10 Network Provider DVB-T maka besok di Jogja akan ada minimal 10 kanal dikalikan 6 slot, sehingga ada 60 tv digital bersiaran bersama. Ini belum dihitung TVRI, Jogjatv, RBtv, dan ADiTV. Untuk TVRI jelas punya jatah otomatis kanal yang dipakai sekarang ini, tetapi untuk ADiTV dan RBTV menurut saya akan lebih baik jika ikut bergabung saja dengan pemancar (network provider) yang ada, sebab saat ini untuk ADiTV dan RBTV memang belum punya tower sendiri yang layak. Jogjatv memang sudah punya tower, tanah dan bangunan sendiri, tetapi towernya kurang tinggi dibanding rata-rata tower tv jakarta yang 100 meter.

Demikianlah kira-kira langkah-langkah yang sekiranya dapat segera dilakukan oleh pemerintah jika memang benar-benar ingin segera menggelar DVB-T di bumi Indonesia. Semoga berguna 😀

Skenario terburuk bagi operator transmisi, saat era tv digital tiba

Kehidupan dan teknologi memang berkembang. Teknologi semakin menemukan efisiensi tetapi dengan peningkatan kualitas yang lebih baik dari teknologi yang lalu. Begitu juga dengan teknologi DVB-T, digital video broadcasting teresterial, ini adalah teknologi TV digital teresterial (pemancar) yang diadopsi dari eropa.

Jika tiada aral melintang, maka tahun 2018 seharusnya di Indonesia DVB-T ini sudah digelar dan teknologi pemancar analog akan digulung alias dimatikan. Sebagai gambaran pemancar analog, untuk gampangnya ada 10 pemancar TV Jakarta yang punyai stasiun relay (pemancar) di Jogja yang masing-masing punya aset tanah, tower, gedung, dan tentu saja karyawan. Jika rata-rata tiap pemancar ada 8 karyawan, maka ada 80 orang yang bekerja di pemancar.

Lalu apa skenario terburuknya? Perlu diketahui bahwa teknologi pemancar digital, memungkinkan lebar kanal 8 Mhz  yang pada pemancar analog hanya digunakan oleh satu pemancar, maka saat sudah beralih ke teknologi pemancar tv digital dapat digunakan secara bersama oleh 6 tv memancar bersama. Artinya untuk 10 pemancar tv jakarta, hanya diperlukan 2 kanal frekuensi saja. Penjelasannya adalah 2 kanal dikalikan 6 tv, sama dengan 12 tv bisa siaran bersama, jadi malah masih sisa 2 tv.

Saat saya kemarin mengikuti seminar dengan nara sumber Bapak M Sukarna, beliau pernah mencoba di pemancar milik ANTV Jakarta di kawasan Joglo, beliau bilang bahwa satu feeder bisa dilalui oleh pemancar analog dan pemancar digital sekaligus.

Contoh lebih jelas adalah di MNC grup yang ada di Jogja, bahwa satu antena, satu tower bisa untuk 3 pemancar yang di combiner (digabung). Ada pemancar RCTI, GlobalTV dan MNCTV yang lalu outputnya digabung menjadi satu, lalu dipancarkan melalui satu kabel feeder dan satu antenna di pucuk tower, dan sebagaimana para pemirsa di Jogja bisa melihat ketiga tv tersebut tanpa gangguan.

Jadi untuk era pemancar TV digital besok, saya kok cukup yakin bahwa cukup satu lokasi pemancar dengan satu tower, satu feeder, satu antena, dengan dua mesin pemancar yang dicombiner, masing masing mesin diberi input dari multiplexer 6 tv receiver. Sehingga akan bisa siaran 12 tv sekaligus hanya di satu lokasi, sangat irit listrik dan irit karyawan bukan. Jadi jika sebelumnya ada 80 pekerja TV di pemancar, untuk 10 pemancar tv analog, maka saat era pemancar tv digital besok, hanya akan dipakai 11 orang saja, yaitu 1 kepala transmisi, 4 operator transmisi, 4 satpam, 2 office boy. Satpam bisa dikurangi menjadi 3 saja, OB pun bisa cukup satu saja kalau malam tidak butuh OB. Jadi kira-kira besok tahun 2011 akan ada 70 orang pekerja TV di pemancar yang harus siap-siap angkat kaki.

Sehingga saat era tv digital besok, tv adalah penyedia konten (CONTENT PROVIDER) yang akan disiarkan, dan satunya adalah NETWORK PROVIDER yaitu perusahaan diluar pemilik TV yang menyediakan sarana perangkat untuk disewa sebagai wahana menyiarkan tv secara digital ke pemirsa. Intinya bahwa Content Provider hanya fokus memproduksi isi siaran dan tidak perlu punya pemancar sendiri, sedangkan Network Provider hanya menyediakan sarana pemancar digital untuk disewakan ke tv content provider.

Siap gak siap ya harus siap.

Menunggu Implementasi TV berjaringan di DIY

KPID DIY, 2 Desember 2009, 10:00

Saya hadir dalam diskusi dengan tema seperti judul tulisan saya diatas di KPID DIY.

Diskusi di KPID DIY

Di Blog saya ini saya akan keluar jalur dari diskusi diatas. Saya menulis menurut pendapat dan pandangan saya pribadi bahwa TV harus berjaringan dan harus bermuatan lokal itu implementasinya akan sulit.

Pola Pikir (sumber makalah Ki Gunawan)

Menurut pendapat saya, sebenarnya akar permasalahan dari adanya peraturan tv harus berjaringan adalah karena setelah reformasi banyak sekali di daerah-daerah para pengusaha yang mendirikan TV lokal, tetapi karena kanal frekuensi terbatas dan itu sudah duluan dipakai oleh TV Jakarta (TV Nasional), maka tv-tv lokal tersebut tidak bisa berbuat banyak, akhirnya salah satu jalan keluarnya adalah dengan memakai undang-undang bahwa frekuensi itu adalah milik atau kekayaan daerah, dan harus dikuasai oleh orang daerah.

IPP ISR (sumber tvOne)

Masalah ini terjadi karena saat memakai mode pemancaran teresterial analog saat ini, maka satu kanal frekuensi hanya dapat dipakai oleh satu pemancar tv analog. Sesungguhnya solusi dari masalah ini sudah ada, yaitu sistem penyiaran teresterial digital atau lebih dikenal sebagai DVB-T, Digital Video Broadcasting-Teresterial.

Jadi sekarang sebenarnya tinggal menguji niat, kesungguhan dan keberanian tv-tv yang baru tersebut, apakah memang mau siaran beneran atau sekedar mendirikan tv untuk nantinya disodorkan/ditawarkan kepada tv Jakarta untuk bekerja sama ber SSB (bahasa bisnisnya dijual ke tv Jakarta yang akan siaran di daerah).

Kalau memang niat 100% untuk siaran, maka solusinya adalah langsung siaran bareng dengan mode digital saja, karena mode digital ini untuk satu pemancar bisa menampung 6 sampai 8 siaran tv sekaligus, sehingga langkahnya sebagai berikut; misal ada 6 televisi lokal baru, atau dalam hal ini disebut dengan Content Provider, jadi hanya mengurusi konten/isi siaran saja, dalam hal ini keenam tv lokal tersebut masing-masing harus punya IPP (Ijin Penyelenggaraan Siaran), lalu keenamnya bisa saja bergabung membuat perusahaan peyiaran digital secara patungan, dan dalam hal ini perlu ijin ISR (Ijin Siaran Radio) untuk memancarkan siarannya,  ini hanya satu saja ijinnya. Setelah semua ijin diperoleh, maka tinggal mendirikan satu tower pemancar dan hanya butuh satu mesin pemancar digital untuk dipakai bersama dari keenam tv lokal yang baru tersebut.

Disinilah dimulainya persaingan yang sesungguhnya, masyarakat diberikan edukasi mengenai adanya enam tv lokal  baru dengan mode digital, dan mode digital ini, gambar dan suaranya lebih bagus kualitasnya dari pada tv analog yang sekarang biasa dinikmati, mungkin sebagai langkah awal keenam tv lokal tersebut juga memberikan Set Top Box gratis misal 4.000 STB, yang diberikan secara acak. Saya dengar kabar terakhir, harga STB sudah ada yang Rp. 150.ooo,00 per buah. STB ini berfungsi menangkap siaran digital lalu diubah ke analog agar bisa dilihat di tv analog yang sudah dimiliki pemirsa selama ini.

Jadi mempercepat penggunaan teknologi digital DVB-T adalah solusi yang fair dalam mengatasi kemelut tv jaringan dan konten lokal. Sekarang hitung-hitungannya seperti ini.

Biarlah TV Nasional yaitu TPI, RCTI, GLOBALTV, TRANS7, TRANSTV, TVONE, ANTV, INDOSIAR, SCTV, METROTV  yang berjumlah 10 buah, tetap siaran sebagaimana mestinya, karena mereka bagaimanapun juga datang duluan, ada lebih dulu, dan punya insfrastruktur dan SDM di tiap daerah, tetapi juga tetap secepatnya didorong untuk memakai DVB-T dalam pancarannya di semua daerah.

Sekarang kita hitung kapasitas pemancar tv digital, yaitu dalam suatu area, misal area Yogyakarta, hanya diperbolehkan ada 4 perusahaan penyiaran radio/pemancar dalam mode digital, jika untuk satu pemancar bisa menampung 8 siaran tv secara bersama-sama, maka hasilnya adalah 32 TV bisa siaran bareng dalam satu wilayah, nah karena tadi TV Nasional hanya ada 10 buah, sehingga jika dalam satu daerah itu TV Nasional dan TV Lokal siaran bareng, maka jatah untuk TV lokal masih ada 22 buah lembaga penyiaran lokal. Jadi masih adanya slot untuk tv lokal yang 22 buah saya rasa sudah fair, sudah 1 berbanding 2, ini belum ditambah TVRI daerah, dan juga mungkin tv komunitas lokal nantinya.

SSJ : 28 Desember 2009???? (sumber tvOne)

Bagaimanapun masyarakat butuh TV Nasional yang beritanya menyeluruh seluruh NKRI, jadi dalam hal ini “lokal”nya TV Nasional itu adalah NKRI.

Masyarakat juga butuh TV LOKAL, misal TV lokal Jogja, jadi isi siarannya lingkup lokal dan budaya Jogja.

Masyarakat  juga butuh TV internasional, yang meliput seluruh berita internasional.

Sebenarnya sekarang ini dengan langganan internet berkecepatan tinggi >256 kbps, kita bisa dengan nyaman melihat TV Streaming dari belahan dunia manapun, dunia maya/internet sudah meniadakan batasan-batasan negara dan wilayah, tetapi kita masih ngotot dengan batasan lokal dan nasional.

Ingat besok penyiaran tv akan dibagi dua, yaitu Content Provider yang hanya fokus dalam isi siaran, dan kedua adalah SERVICE PROVIDER yaitu penyedia perangkat siar. Padahal dalam sistem digital ada 4 mode, yaitu DVB-S yang lewat satelit, DVB-H yang lewat HP, DVB-C yang lewat media kabel, jadi langganan tv kabel. Terakhir DVB-T yaitu free open air, artinya siaran digital gratis lewat pemancar digital. Semua tv jakarta yang siaran saat ini sebenarnya sudah DVB-S, jadi anda yang punya parabola dan receiver digital berarti sudah melihat TV digital via satelit, biasanya yang punya adalah penduduk yang tidak terjangkau siaran teresterial biasa. Jadi nantinya bisa saja misal tvOne siaran juga melalui DVB-H, dan DVB-C. Hampir lupa lewat internet sebenarnya seperti tvOne sudah lama bisa diakses diseluruh dunia, asal tersambung internet dengan kecepatan yang dipersyaratkan, nah apakah yang seperti ini juga harus dibatasi dengan aturan macam-macam?

Harusnya batasannya adalah apakah acara itu bermanfaat, mendidik, tidak melanggar hukum agama, hukum adat, dan budaya? Walaupun ini juga susah juga, karena agama yang mana? adat yang mana? budaya yang mana? mendidik yang seperti apa?

Akhirnya kita tunggu saja akhir dari SSB (Sistem Siaran Berjaringan) ini nantinya akan seperti apa.

Sebagai info tambahan, MaliobroTV bekerjasama dengan J-tv (JawaPostTV yang berbasis Surabaya), telah instalasi pemancar di Ngoro-Oro pada bekasnya gedung, dan tower milik TATV dulu, yang saya masih tanda tanya, mereka nanti mau onair dengan frekuensi berapa? karena TATV yang memakai frekuensi 50 UHF milik Jateng/Magelang, akhirnya harus keluar dari Ngoro-Oro Patuk GunungKidul, pindah ke Boyolali.

SBY resmikan penyiaran tv digital 20 MEI 2009

Sudah beberapa hari sebelumnya saya membaca di kompas bahwa SBY mau meresmikan Siaran TV Digital (DVB-T) tanggal 20 Mei 2009 berbarengan dengan momentum kebangkitan nasional yang ke 101. Acaranya sendiri digelar oleh SCTV di The Hall, Senayan City, Jakarta Selatan , yang juga dikaitkan dengan ulang tahun LIPUTAN 6 SCTV yang ke 13, wah sudah lama juga ya.

SBY resmikan tv digital (foto dari website presidensby.com)

SBY resmikan tv digital (foto dari website presidensby.com)

Saya hanya melihat siaran ulangnya jam 23:00 di SCTV, saya sempat mendengarkan pidato dari Menkoinfo Muhammad Nuh, bahwa tonggak revolusi dunia penyiaran di Indonesia memang dilakukan oleh 3 presiden yang berawalan SU semua, Pertama oleh Sukarno, kedua oleh Suharto, dan ketiga saat ini oleh Susilo. Kayaknya sedikit kampanye nih pak menteri, tapi tidak masalah. Menurut Muhammad Nuh, tahun ini kita telah memasuki fase baru. “Pada fase pertama, Bung Karno telah meresmikan televisi pertama di Indonesia, televisi hitam putih tahun 1962. Tahun 1976, Pak Harto meresmikan Satelit Palapa. Tahun ini, bertepatan dengan 101 Tahun Hari Kebangkitan Nasional, Presiden SBY akan meresmikan televisi digital sebagai fase baru dunia media,” Nuh menjelaskan.

Saat ini ada tiga konsorsium untuk tiga penyiaran TV digital, pertama KTDI untuk transmisi digital teresteterial – free to air (alias siaran gratis sebagaimana biasanya tapi sudah dalam mode digital). Yang kedua TELKOM untuk televisi digital melalui IPTV, dan ketiga SCTV melalui video streaming.

Inilah tonggak perubahan yang sudah dicanangkan dan ditancapkan, jadi mulai saat ini resmi sudah penyiaran tv analog berubah ke tv digital. Akan lebih banyak kanal tersedia sehingga lebih banyak stasiun TV yang bisa siaran di era digital ini, akan banyak peluang juga bagi yang mampu membaca dan bisa berinovasi. Jadi mulai saat ini lupakan untuk mendirikan TV dengan mode analog.